Pertama, tidak ada jaminan kita bisa hidup hingga esok hari. Dan tiada seorang pun yang dapat mengetahui (dengan pasti) apa yang diusahakannya besok (QS Luqman [31]: 34). Siapakah yang dapat menjamin kita bisa hidup hingga besok, lusa, bulan depan, atau tahun depan; padahal kematian begitu dekat dengan tiap manusia. Seorang penyair berkata, “Selesaikan pekerjaanmu hari ini, jangan menunggu besok. Siapa yang akan menanggung perkaramu di esok hari?”
Kedua, dalam setiap waktu ada hak dan kewajiban yang harus ditunaikan. Tidak ada waktu yang kosong dari aktiviti. Pengabaian terhadap hak dan kewajiban tersebut akan membawa kemudharatan berlipat-lipat bagi yang melakukannya. Seorang ahli hikmah berkata bahwa kewajiban pada tiap-tiap waktu memungkinkan untuk diganti, namun hak-hak dari tiap waktu tersebut tidak mungkin diganti. Ibnu ‘Atha mengungkapkan, “Sesungguhnya pada setiap waktu yang datang, maka bagi Allah atas dirimu kewajiban yang baru. Bagaimana kamu akan mengerjakan kewajiban yang lain, padahal ada hak Allah di dalamnya yang belum kamu laksanakan!”
Ketiga, baik bersegera ataupun menunda yang terus dilakukan akan menjadikan jiwa terbiasa melakukannya. Tidak akan pernah menjadi penunda “kelas berat”, kecuali diawali dengan menunda hal-hal kecil dalam kiraan yang tinggi. Kebiasaan menunda akan menjadi tabiat kedua yang akan sulit ditinggalkan. Kerana itu, Allah SWT melarang hamba-Nya melalaikan waktu sedikitpun, termasuk menunda pekerjaan.
Allah SWT berfirman,
“Sesungguhnya orang Mukmin itu apabila berbuat dosa akan ada di dalam hatinya bintik hitam, seandainya ia bertaubat, maka akan hilang bintik hitamnya; dan apabila ia menambah nescaya akan bertambah (bintik hitam tersebut), sehingga akan menutup hatinya” (QS Al-Muthafiffin [83]: 14). Wallahu a’lam bish-shawab.
Ada tiga alasan kenapa Allah dan Rasul-Nya mewajibkan manusia untuk tidak menunda sebuah pekerjaan.
Pertama, tidak ada jaminan kita bisa hidup hingga esok hari. Dan tiada seorang pun yang dapat mengetahui (dengan pasti) apa yang diusahakannya besok (QS Luqman [31]: 34). Siapakah yang dapat menjamin kita bisa hidup hingga besok, lusa, bulan depan, atau tahun depan; padahal kematian begitu dekat dengan tiap manusia. Seorang penyair berkata, “Selesaikan pekerjaanmu hari ini, jangan menunggu besok. Siapa yang akan menanggung perkaramu di esok hari?”
Kedua, dalam setiap waktu ada hak dan kewajiban yang harus ditunaikan. Tidak ada waktu yang kosong dari aktiviti. Pengabaian terhadap hak dan kewajiban tersebut akan membawa kemudharatan berlipat-lipat bagi yang melakukannya. Seorang ahli hikmah berkata bahwa kewajiban pada tiap-tiap waktu memungkinkan untuk diganti, namun hak-hak dari tiap waktu tersebut tidak mungkin diganti. Ibnu ‘Atha mengungkapkan, “Sesungguhnya pada setiap waktu yang datang, maka bagi Allah atas dirimu kewajiban yang baru. Bagaimana kamu akan mengerjakan kewajiban yang lain, padahal ada hak Allah di dalamnya yang belum kamu laksanakan!”
Ketiga, baik bersegera ataupun menunda yang terus dilakukan akan menjadikan jiwa terbiasa melakukannya. Tidak akan pernah menjadi penunda “kelas berat”, kecuali diawali dengan menunda hal-hal kecil dalam kiraan yang tinggi. Kebiasaan menunda akan menjadi tabiat kedua yang akan sulit ditinggalkan. Kerana itu, Allah SWT melarang hamba-Nya melalaikan waktu sedikitpun, termasuk menunda pekerjaan.
Allah SWT berfirman,
“Sesungguhnya orang Mukmin itu apabila berbuat dosa akan ada di dalam hatinya bintik hitam, seandainya ia bertaubat, maka akan hilang bintik hitamnya; dan apabila ia menambah nescaya akan bertambah (bintik hitam tersebut), sehingga akan menutup hatinya” (QS Al-Muthafiffin [83]: 14).
Wallahu a’lam bish-shawab.
No comments:
Post a Comment